PAPER SEJARAH SISTEM MONETER INTERNASIONAL DAN PANDANGAN ISLAM


 
SEJARAH SISTEM MONETER INTERNASIONAL
DAN PANDANGAN ISLAM
 
BAB I
PENDAHULUAN

Dunia saat ini, setelah lenyapnya negara Khilafah Islam & runtuhnya sosialisme, hidup diatas satu sistem dari aspek ekonomi dan finansial yaitu sistem ekonomi liberal atau liberalisme pasar, terlebih lagi sistem itu -dari sisi formalitasnya- terikat dengan lembaga Dana Moneter Internasional (IMF). Lembaga lain yaitu Organisasi Perdagangan Internasional (WTO) sedang dalam perjalanannya untuk mengikat semua negara di dunia. Lembaga-lembaga ini -IMF, WTO, dan berbagai lembaga keuangan lainnnya seperti berbagai klub finansial dan lain-lain adalah hasil dari praktek liberalisme ekonomi dengan segala keburukannya. Mereka menjalankan kaedah: meraih tujuan dengan menghalalkan segala cara. Mereka membentuk lembaga-lembaga seperti ini untuk mendapatkan legalitas terhadap seluruh tindakan dan dominasi mereka atas negara-negara lain di dunia.
Negara-negara penjajah telah memformat kaedah-kaedah dan nilai-nilai baku yang mereka namakan dengan sistem dan undang-undang. Melalui instrumen sistem dan perundang-undangan itu mereka mengontrol kehidupan, perekonomian, dan transaksi moneter internasional sehingga dapat digunakan untuk menghisap darah berbagai bangsa dan negeri sekaligus merampok kekayaannya. Untuk mendalami bagaimana modus negara-negara imperialis itu mengontrol berbagai transaksi moneter global dan mengeksploitasi berbagai bangsa, maka harus dipaparkan periodisasi perkembangan dalm sistem moneter internasional.
BAB II
PEMBAHASAN

I.                  Sistem Moneter Internasional
Peningkatan nilai tukar (kurs) yang tidak stabil merupakan salah satu perkembangan utama ekonomi 40 tahun terakhir ini. Dengan sistem yang berlaku pada saat ini, dimana sebagian nilai tukar mengambang (floating) sebagian tetap (fixed), laba dari berbagai perusahaan multinasional, bank dan para investor individual terpengaruh oleh fluktuasi riil dan diatas kertas akibat perubahan dalam nila tukar. Kebijakan untuk memprediksi terhadap fluktuasi nilaitukar masih berkembang sejalan dengan tumbuhnya pemahaman atas cara kerja sistem moneter internasional, makin jelasnya peraturan akuntansi dan perpajakan untuk untung dan rugi dari transaksi pertukaran valuta asing, dan makin dikenalnya efek ekonomi perubahan nilai tukar terhadap cash flow dan nilai pasar dimasa depan.
Meskipun nilai tukar yang tidak stabil dapat memperbesar resiko, namun juga menciptakan berbagai peluang yang menguntungkan bagi perusahaan maupun investor, bila disertai pemahaman yang cukup atas manajemen resiko nilai tukar.sistem moneter internasional (SMI) dapat didefinisikan sebagai perangkat kebijakan, institusi, praktek, peraturan, dan mekanisme yang menentukan tingkat dimana suatu mata uang ditukarkan dengan mata uang lain (shapiro,1996,h.75). Sistem moneter internasional sering didefinisikan pula sebagai suatu struktur dimana mata uang ditentukan, perdagangan internasional dan arus modal diakomodasian, dan penyesuaian terhadap neraca pembayaran dilakukan. Termasuk instrumen, institusi dan kesepakatan yang terkait dengan mata uang dunia dan pasar uang.[1]

II.               Sejarah sistem moneter internasional
Penentuan awal dimulainya sistem moneter internasional memang terdapat perbedaan diantara para penulis.[2] Gost, Gulde da Wolf (2002) mengelompokkan sejarah sistem moneter internasional atas enam periode yaitu:
·         Periode standar emas (Gold Standard)
·         Periode dismal (Dismal Period)
·         Periode standar tukar emas (Gold Exchange Standard)
·         Periode nasionalisme moneter (Monetary Nasionalism)
·         Periode sistem Bretton Woods (Bretton Woods Sistem)
·         Periode Setelah Bretton Woods (Post-Bretton Woods Period)

Namun penulis lain (Copeland, 1989) mengelompokkan berbagai periode sistem moneter internasional dalam empat periode, yaitu:
·         Periode standar emas (Gold Standar)
·         Periode sistem Bretton Woods (Bretton Woods sistem)
·         Periode setelah Bretton Woods (Post-Bretton Woods Period)
Berikut ini akan dipaparkan periodesasi sistem moneter internasional menurut Copeland. Pendapat Copeland dipilih karena lebih sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca.
1.      Periode standar standar emas,  1870 – 1914
Muncul pada tahun 1870, dimana pemerintah Inggris menetapkan nilai poundsterling dengan emas. Karena perkembangan industri dan perdagangan dunia yang berkembang pada abad 19 serta diperkuat dengan ditemukannya tambang emas di Amerika dan Afrika, maka sistem standar emas dipakai oleh banyak negara hingga Perang Dunia I.[3] Sistem ini sangat penting bagi sebuah negara untuk mempertahankan cadangan emas yang cukup untuk mendukung nilai mata uangnya. Sistem ini juga memiliki efek secara implisit membatasi nilai tukar dimana masing-masing negara dapat memperluas cadangan uangnya.
Standar emas berfungsi cukup baik sampai meletusnya perang dunia I mengiterupsi aliran perdagangan dan pergerakan emas secara bebas. Ini menyebabkan negara-negaradagang utama menghentikan operasi standar emas.
2.      Periode sistem Bretton Woods, 1944 – 1973
Dalam perjanjian Bretton Woods terbentuk dua badan internasional, yaitu International Bank for Recontruction and Development, yang sekarang dikenal dengan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Sistem kurs valuta asing yang dipakai semula adalah kurs tetap dan tidak memperbolehkan negara anggota melakukan pengawasan devisa (exchange control) kecuali mengalami krisis moneter atau defisit neraca pembayaran yang hebat.[4] Pada masa tersebut dolar merupakan mata uang yang sangat penting dalam lalu lintas pembayaran internasional.
3.      Periode Setelah Bretton Woods, 1973 – saat ini
Sejak tahun 1973, sistem moneter internasional merupakan campuran antara kurs tetap dengan kurs berubah-ubah. Secara umum,dolar makin kurang stabil dan melemah sedikit dalam jangka panjang. Dilain pihak , Yen Jepang dan Mark Jerman telah menguat. Mata uang dinegara yang baru berkembang amat sangat tidak stabil dan pada umumnya melemah. Mata uang beberapa negara besar berfluktuasi tergantung dari permintaan dan penawaran, dan seringkali penguasa moneter negara tersebut melakukan campur tangan di pasar valuta asing untuk mengurangi fluktuasi kurs yang berlebihan.
III.             Dana Moneter Internasional
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara. Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara. Setelah melalui pertimbangan panjang dan hati-hati, sebuah system moneter disepakati di Bretton Woods. Negara-negara anggota sepakat untuk mengontrol batas kurs mereka dengan cara yang sudah ditentukan. Menurut kesepakatan awal, kurs dibolehkan berfariasi sampai satu persen dibawah atau diatas par. Bila kurs suatu Negara mencapai atau mendekati salah satu batas, disebut ”titik pendukung arbitrase”, bank sentralnya mengintervensi pasar untuk mencegah kurs melewati batas itu. Inntervensi pasar mensyaratkan suatu Negara untuk mengakumulasi cadangan devisanya, yang terdiri dari emas dan mata uang asing, diatas kebutuhan perdagangan normal. Sebuah lembaga bernama Dana Moneter internasional IMF, didirikan di Bretton Woods untuk mengawasi system moneter yang baru disepakati. Ada beberapa hal yang telah dicapai dana moneter internasional. Misalnya, lembaga itu: Berhasil mempertahankan peningkatan yang cepat dari volume perdagangan dan investasi. Menunjukan flexibilitas dalam mengadaptasi perubahan-perubahan dalam perdagangan internasional. Semakin efisien (bahkan terjadi penurunan persentase cadangan devisa) Semakin tangguh (lembaga itu berhasil melewati masa krisis awal pada tahun 1971, mengatasi kegiatan spekulatif, dan bertahan dalam siklus bisnis yang bergejolak). Mendukung tumbuhnya kerja sama internasional. Membangun kapasitas untuk mengakomodasi reformasi dan perbaikan.

IV.           Sistem Nilai Tukar  Valuta Asing
Secara garis besar sistem nilai tukar valuta asing terbagi menjadi dua, yaitu:
1.       Sistem nilai tukar tetap ( fixed rate, pegged rate ) sistem di mana nilai tukar mata uang domestik ditetapkan pada tingkat tertentu terhadap nilai mata uang asing. Sistem ini memaksa pemerintah untuk selalu menyesuaikan nilai tukarnya jika tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar dengan cara mendevaluasikan mata uangnya atau merevaluasikan.[5] Bank sentral yang bersangkutan mempunyai komitmen yang tinggi untuk mempertahankan nilai tukar tersebut dengan cara melakukan intervesi aktif dipasar valuta asing. Ketidakmampuan mempertahankan nilai tukar memaksa pemerintah untuk melakukan devaluasi. Penggunaan sistem nilai tukar tetap ini seringkali mengakibatkan negara terpaksa harus meminjam dalam jumlah besar.
Penggunaan sistem nilai tukar tetap memaksa pemerintah harus melakukan devaluasi yang ternyata dampaknya justru semakin buruk bagi ekonomi Indonesia. Pengalaman menunjukkan bahwa jika Rupiah mengalami overvalued, maka barang dan jasa produksi Indonesia menjadi kurang kompetitif, pertumbuhan ekonomi rendah, pengangguran meningkat, dan tidak jarang hutang luar negeri membengkak karena pemerintah harus mempertahankan Rupiah yang overvalued tersebut.[6]
2.       Sistem nilai tukar mengambang ( floating rate, flexible rate ). sistem di mana nilai tukar mata uang domestik diambangkan terhadap nilai mata uang asing, atau sesuai dengan pergerakan pasar dimana terjadinya kurs valuta berdasarkan pada permintaan dan penawaran mata uang asing.
Akan tetapi, dari kedua sistem tersebut dapat dibagi-bagi lagi menjadi:

•  Permanently Fixed Exchange Rate (Sistem kurs tetap permanen)

•  Absolutely Flexible Exchange Rate (Sistem kurs mengambang murni)

•  Fixed Exchange rate bands (Sistem kurs terbatas).

Sistem kurs baku biasanya memungkinkan fluktuasi kurs sampai batas tertentu, mengingat kurs yang benar-benar baku/tetap tidak pernah ada dalam sejarah. Dalam sistem kurs yang didasarkan pada batas-batas fluktuasi atau sistem kurs tetap terbatas ini negara-negara dapat memutuskan sendiri nilai patokan ( par value ) nya, untuk kemudian membiarkan mata uangnya itu bergerak di atas atau di bawah nilai patokan tersebut secara terbatas. Sebagai contoh, dalam sistem Bretton Woods yang beroperasi selama periode pasca perang sampai tahun 1971, kurs dimungkinkan untuk berfluktuasi sekitar 1% di atas atau di bawah nilai patokannya.[7]
•  Adjustable Fixed Exchange Rate – wide band (Sistem kurs tetap yang dapat disesuaikan). Sistem ini lebih menitikberatkan pada penetapan nilai patokan kurs daripada batas-batas nilai fluktuasi. Sepintas lalu, sistem ini mirip dengan sistem kurs tetap terbatas ( fixed exchange rate bands ). Bedanya dalam sistem kurs baku yang dapat disesuaikan ini, yang diubah bukan batas-batas fluktuasinya, tapi nilai patokannya.
•  Crawling Peg System (Sistem kurs merayap). Guna menghindari kelemahan atau resiko perubahan nilai patokan yang kelewat besar (yang akan memancing spekulasi perusak stabilitas), maka diciptakanlah sistem kurs baku merayap atau sistem “pergeseran kurs, atau sistem paritas merayap”. Dalam sistem ini nilai-nilai patokan masih boleh diubah, namun setiap kali diubah, perubahannya diusahakan sekecil mungkin. •  Managed Floating Exchange Rate (Sistem kurs mengambang terkendali). Dalam sistem ini otorita moneter di masing-masing negara dibebani kewajiban untuk melakukan intervensi terhadap pasar-pasar valuta asing dalam rangka mendukung fluktuasi jangka pendek tanpa mengganggu kecenderungan jangka panjangnya. Sistem ini cukup sering membuahkan keberhasilan, dan pada saat itu sistem tersebut dipuji sebagai satu-satunya sistem yang sanggup memadukan kelebihan-kelebihan sistem kurs tetap dan sistem kurs mengambang. Namun dalam prakteknya, tidak selamanya sistem kurs ini mampu mengatasi ketidakseimbangan pada neraca pembayaran. Salah satu kesulitan yang mungkin timbul adalah otorita moneter bisa jadi tidak berada pada posisi yang lebih baik ketimbang para spekulan, investor, dan pedagang uang professional dalam menduga-duga kecendrungan kurs dalam jangka panjang.
V.                CARA - CARA MELAKUKAN PEMBAYARAN INTERNASIONAL
Dalam melakukan pembayaran transaksi ekonomi luar negeri, dapat digunakan beberapacara,antaralain:[8]
1.        Cash Pembayaran dilakukan dengan menggunakan check/cheque atau bank draft, pada saat barang dikirim oleh eksportir atau sebelumnya. Cara ini sangat baik bagi eksportir yang keadaan keuangannya lemah dan belum kenal baik dengan importir.
2.       Open Account Merupakan kebalikan dari cara cash, yaitu pembayaran dilakukan setelah beberapa waktu atau kebijaksanaan importir setelah barang dikirim kepada importir tanpa surat perintah pembayaran serta dokumen-dokumen.
3.       Commercial Bill of Exchange Merupakan cara yang paling umum dipakai dan sering disebut draft atau trade bills, yaitu surat yang ditulis oleh penjual yang berisi perintah kepada pembeli untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu di masa datang, yang biasanya disebut trade drafts. Jenis draft terdiri dari; clean draft dan documentary draft.
4.       Letter of Credit L/C adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh bank atas permintaan pembeli barang (importir) dimana bank tersebut yang menyetujui dan membayar wesel yang ditarik oleh penjual barang (eksportir). Dengan demikian L/C merupakan suatu alat pengganti kredit bank dan dapat menjamin pembayaran bagi eksportir. Pihak yang terkait dalam L/C adalah Opener (importir), Issuer (bank yang mengeluarkan L/C), Beneficiary atau penjual (eksportir), dan dalam prakteknya ada satu pihak lagi yaitu Confirming Bank, yaitu bank di negara eksportir.
5.       Private Compensation Adalah penyelesaian pembayaran dengan kompensasi utang piutang tanpa perpindahan mata uang ke negara lain.
VI.              Kelemahan Sistem Moneter Internasional
Ketika sistem moneter internasional dikaitkan dengan emas, yang pada akhirnya menyebabkan saling ketergantungan di antara sistem mata uang sehingga menjadi jangkar bagi nilai tukar yang tetap (fixed exchange rate) dan menstabilkan inflasi. Ketika sistem Gold Standard hancur, fungsi yang bernilai ini tidak bertahan lama dan dunia terjebak dalam rezim inflasi yang terus menerus. Sistem moneter internasional saat ini tidak mengatur interdepensi (saling mengait) antara berbagai mata uang dan juga tidak menstabilkan harga. Alih-alih mengandalkan keseimbangan yang dihasilkan secara otomatis, AS terpaksa harus "menampar" mitra dagangnya yang mengancam layaknya musuh. Setelah revolusi di Eropa Timur dan hancurnya komunisme, kita tiba-tiba memiliki 10 negara baru yang masuk dalam sistem moneter internasional, (pecahan Uni Soviet) seluruhnya dengan mata uang yang baru atau kebutuhan baru terhadap kebijakan mata uangnya. Sistem moneter seperti apa yang seharusnya Michel Camdessus (Managing Director IMF saat itu) rekomendasikan kepada negeri-negeri baru itu? Jawabannya akan menjadi nyata sebelum tahun 1971 : masing-masing negara itu mesti menstabilkan mata uangnya terhadap Dollar AS atau terhadap salah satu mata uang yang stabil yang berhadapan dengan Dollar AS yang dikaitkan dengan emas.
Memperbaiki nilai tukar terhadap blok Dollar yang meliputi hampir seluruh ekonomi dunia, telah memberi negara-negara transisi baru yang relatif memiliki tingkat harga yang stabil di antara negara-negara barat. Sekarang saya ingin menunjukkan kontribusi amat penting oleh IMF di antara awal pendiriannya tahun 1946 dan 1971. Pada awal pendiriannyaIMF memberi negara-negara sebuah filosofi manajemen makro ekonomik yang logis berdasarkan nilai tukar tetap atau terkendali (fixed exchange rate). Kesepakatan yang luar biasa ini sekarang diserahkan kepada para pemimpin moneter domestik. Untuk meyakinkan, sebuah negara dapat memperbaiki mata uangnya terhadap salah satu mata uang utama seperti Dollar AS. Pada praktiknya, kebijakan seperti itu memerlukan aksi dari kepemimpinan yang kuat; rencana stabilisasi (inflasi) melibatkan nilai tukar tetap yang diterapkan di Argentina oleh Domingo Cavallo yang menggambarkan betapa jarang kualitas pemimpin sepertinya.
Dalam periode nilai tukar tetap sebelum 1971, kepemimpinan yang kuat tidak diperlukan sebab ada sebuah sistem dimana mayoritas negara mematuhinya dan IMF memiliki seperangkat aspek teknis untuk menerapkannya. Namun setelah tahun 1971 IMF kehilangan sentuhan tersebut ketika beralih dari nilai tukar tetap (terhadap emas) sebelum 1971 menjadi nilai tukar mengambang setelah 1971 dan khususnya setelah 1973, tahun dimana sistem moneter internasional membatalkan nilai tukar tetap beralih ke nilai tukar mengambang.
IMF kemudian bergeser tugasnya sebagai pusat sistem moneter internasional menjadi peran baru sebagai konsultan makroekonomi khusus dan pengawas utang (bahkan broker utang-pent), fungsi yang sebenarnya bias diperankan dengan baik oleh konsultan swasta. Ketika tantangan dari negara-negara transisi muncul, IMF tidak memiliki sistem yang saling mengait untuk stabilitas moneter untuk menawarkan sistem yang baik dan hampir tanpa pengeculian seringkali konsep yang ditawarkan serampangan. Kegagalan negara transisi dibuktikan dengan fakta bahwa tidak satupun dari negara-negara tersebut di akhir 1996, mampu melampaui tingkat pendapatan sejak masa transisi bermula, dan hanya dengan satu atau dua pengecualian, inflasi kembali mencapai 2 digit. Perbaikan sejak akhir perang dingin sejauh ini lebih memburuk dibanding perbaikan di akhir sebagian besar perang dunia (I dan II) yang amat menghancurkan.
Sistem moneter internasional yang absolut di dunia saat ini tidaklah ada. Setiap negara memiliki sistemnya sendiri. Kebanyakan orang tidak mengerti bagaimana tidak biasanya (unusual) sistem ini. Selama ribuan tahun negara-negara telah mematok mata uang mereka terhadap salah satu logam mulia (emas atau perak) atau terhadap mata uang lain. Tetapi dalam seperempat abad terakhir sejak sistem moneter internasional (bretton woods) hancur, negara-negara mengadopsi sistem moneternya sendiri, fen omena yang tidak memiliki contoh sejarah dalam kerjasama antar negara yang dikenal sebagai sistem moneter internasional. Para ekonom mengetahui bahwa ketergantungan diantara sistem moneter internasional didukung oleh fakta bahwa keseimbangan neraca pembayaran (suatu negara) saling berhubungan satu sama lain. Apabila satu negara memiliki neraca perdagangan yang surplus maka negara-negara lain memiliki neraca perdagangan yang defisit. Jadi suatu negara bergerak menuju surplus atau defisit yang secara otomatis berpengaruh terhadap negara lain. Ini memiliki pengaruh di dalam sistem nilai tukar mata uang. Di dalam sebuah dunia dari n negara dengan n mata uang, ada n-1 nilai tukar yang independen. Setiap negara tidak dapat menetapkan nilai tukarnya. Akan ada banyak nilai tukar tetap di antara negara-negara. Ada satu derajat bebas (degree of freedom), yang membiarkan kenaikan terhadap apa yang para ekonom menyebutnya dengan (redundancy problem) masalah kelebihan
. Aturan dimana tambahan derajat kebebasan untuk memelihara kestabilan harga, atau dalam kasus standar emas (gold standard) adalah memelihara atau menstabilkan harga emas.
Di atas kertas, pengumpulan data hampir 200 negara dengan mata uang tunggal dan nilai tukar mengambang akan menunjukkan hasil berupa kebingungan yang luar biasa. Dalam prakteknya, bagaimanapun juga, sistem ini tidaklah begitu buruk. Ada hubungan yang penting dalam struktur finansial dunia berkenaan dengan konfigurasi kekuatan dalam ekonomi dunia dan aturan khusus yang dijalankan oleh mata uang negara AS.

VII.        Negara yang Mengalami Kepailitan

Pada tahun 1970-an adalah waktu yang baik bagi bank untuk memberikan pinjaman kepada negara berkembang. Kondisi saat itu menggambarkan seakan negara tidak akan mengalami kepailitan. Kenyataan memperlihatkan “ sovereign debt ”(utang pemerintah negara berdaulat) menghantam bisnis internasional. Beberapa negara berkembang ternyata tidak mampu mengembalikan utangnya bahkan bunganya pun tidak terbayar. Krisis “ sovereign debt ” terjadi di Polandia pada tahun 1981, sedangkan di Meksiko, Brazilia dan Argentina terjadi tahun 1982. Penyebab bertambahnya utang negara berkembang yaitu melonjaknya harga minyak. Pada tahun 1973 – 1974 harga minyak mengalami kenaikan 4 kali lipat dan tahun 1979 – 1980 dinaikkan lagi 2 kali lipat. Kenaikan harga minyak ini mendorong meningkatnya inflasi yang kemudian ditambah lagi dengan terjadinya resesi dunia. Sementara itu, komoditi ekspor non migas negara berkembang menurun, sehingga menggoncang perekonomian dan kemampuan untuk membayar utang.
Tahun 1979 – 1980 harga minyak mulai naik lagi. Akan tetapi kenaikan harga tersebut diikuti dengan kenaikan suku bunga yang berpengaruh pada suku bunga pinjaman baru maupun sisa pinjaman yang pada umumnya digunakan suku bunga variabel. Negara berkembang menanggung biaya bunga sebesar AS$ 2,5 milliar/tahun untuk setiap kenaikan 1 persen suku bunga pinjaman AS$. Hal ini mengakibatkan naiknya nilai mata uang AS$. Negara berkembang pada umumnya meminjam uang dalam bentuk AS$ sehingga setiap kenaikan nilai mata uang AS$ menambah beban. Beban tersebut menjadi lebih berat karena pembayaran komoditi ekspor diterima dalam berbagai mata uang lain yang digunakan untuk membayar uatang dalam AS$.

VIII.    Pemecahan Masalah Utang [9]

IMF, BIS, bank-bank sentral nasional dan bank-bank komersial berusahan keras mengatasi masalah utang ini melalui berbagai cara, jangka pendek dan jangka panjang.
VIII.A Pemecahan Jangka Pendek
Cara mengatasi masalah utang jangka pendek yaitu dengan melakukan penjadwalan ulang pembayaran utang agar negara penerima pinjaman dapat mengembalikan utangnya pada saat jatuh tempo, walaupun diperlukan negosiasi yang cukup alot. Negara berkembang penerima pinjaman tidak dapat melaksanakan program-program kegiatannya secara fleksibel karena adanya tekanan dari IMF. Pertumbuhan ekonomi negara berkembang tertahan karena dana baru dari hasil ekspornya atau pinjaman yang digunakan untuk membayar utangnya, bukan melanjutkan programnya atau kegiatan produktif lainnya.
Negara berkembang dapat mengurangi utangnya dengan meningkatkan ekspornya agar diperoleh surplus neraca pembayaran. Namun hasil surplus tersebut sebagian digunakan untuk membayar utangnya, kemudian sebagian lagi untuk biaya impor dalam upaya peningkatan ekspor. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi negara berkembang sangat lamban dan bahkan terhenti. Negara berkembang memerlukan banyak dana untuk menggerakkan roda perekonomiannya, tapi jika memperoleh pinjaman juga akan memperberat beban utangnya. Negosiasi ulang utang biasanya terlebih dahulu diikuti dengan tindakan pengetatan agar dapat mendorong menurunnya standar kehidupan, pertumbuhan ekonomi dan ekpor. Kemudian, meningkatkan kesadaran akan pentingnya melakukan penyesuaian dan keterpaduan kebijaksanaan jangka pendek, karena permasalahan yang dihadapi negara berkembang tidak hanya masalah utang tetapi juga masalah ekonomi, budaya dan perilaku.  Beberapa contoh kegagalan sovereign debt adalah Equador, Yunani, dan Mesir. Equador mengalami kegagalan membayar utangnya sejak tahun 1800 dan untuk memulihkan perekonomiannya diperlukan waktu 113 tahun. Yunani mengalami kegagalan membayar utangnya selama 87 tahun. Dua abad yang lalu negara-negara terkenal seperti Belanda, Austria, Jepang dan Cina juga pernah mengalami kegagalan memenuhi kewajibannya membayar utang luar negeri. Mesir yang gagal memenuhi kewajiban utang luar negeri tahun 1976, telah membelanjakan lebih banyak uang pinjamannya untuk penari balet dan semacamnya daripada untuk pekerjaan umum. Paris Club, kelompok pemberipinjaman negara Barat, memberikan ampunan berupa penghapusan separoh utang Polandia atau senilai AS$ 17,5 milliar. Sedangkan Amerika Serikat memberikan ampunan berupa penghapusan utang Mesir sebagai imbalan atas bantuan Mesir kepada Amerika Serikat pada saat perang melawan Irak. Pemberian bantuan ini didasarkan pada nilai kemanusiaan dan mendorong terciptanya reformasi ekonomi, sehingga membangkitkan kegiatan ekonomi yang sudah rapuh.
VIII.B Pemecahan Jangka Panjang
Beberapa saran untuk memecahkan masalah utang jangka panjang adalah sebagai berikut:
  1. Negara penerima pinjaman hendaknya memanfaatkan dana pinjaman barunya untuk kegiatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi daripada untuk keperluan yang bersifat konsumtif, capital flight , atau memenuhi ambisi pemeintah.
  2. Negara penerima pinjaman hendaknya membangun dana cadangan yang cukup untuk jangka pendek maupun jangka panjang sehingga mampu menjaga fluktuasi harga komoditi ekspor bila terjadi perubahan yang tidak diinginkan
  3. Negara maju harus terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membuka pasarnya untuk barang ekspor dari negara berkembang melalui persaingan yang sehat.
  4. IMF dan negara pemberi pinjaman hendaknya tidak melakukan suatu tekanan kepada negara peminjam.
  5. IMF, Bank Dunia dan negara pemberi pinjaman hendaknya memberi pinjaman dalam jumlah yang cukup sehingga dapat digunakan untuk jangka panjang.
  6. Sebagian utang negara berkembang hendaknya diubah bentuknya menjadi bentuk equitas, sehingga mendorong timbulnya rasa memiliki atas proyek-proyek yang dilaksanakan. Sebagian utang lainnya hendaknya diperpanjang jatuh temponya dengan penerapan bunga ceiling.
  7. Negara berkembang hendaknya mengurangi larangan investasi asing
  8. Jangan menyalahkan satu pihak atas timbulnya krisis utang
Apakah Amerika Serikat terlibat Utang?[10]
Amerika Serikat telah menjadi negara donatur besar dunia selama 70 tahun, namun pernah menjadi negara penerima pinjaman terbesar di dunia yang membuat Amerika Serikat menjadi negara yang mandiri. Utang Amerika Serikat sebagaimana yang dikatakan Departemen Perdagangan, net negative international investment position , yaitu selisih antara nilai asset negara lain di Amerika Serikat dengan asset Amerika Serikat di negara lain.

Perbedaan utang Amerika Serikat dengan negara berkembang:

  1. Nilai asset negara lain yang berada di Amerika Serikat yang bernilai di atas AS$ 3 milliar dijamin dalam obligasi US Treasury yang diperdagangkan setiap hari di pasar internasional. Nilai asset tersebut memiliki tingkat perubahan yang konstan tidak seperti di negara berkembang.
  2. Asset negara lain di Amerika Serikat dinilai berdasarkan nilai buku sehingga nilai perkiraannya dapat mencapai di atas AS$ 100 milliar. Nilai buku berdasarkan nilai saat dilakukan pembelian dan dilakukan depresiasi sesuai usia asset.
  3. Asset Amerika Serikat di negara lain dilaporkan menghasilkan banyak keuntungan misalnya dari bunga dividen investasi dollar.
  4. Total utang Amerika Serikat sebesar 6% dari GDP Amerika Serikat. Sedangkan biaya jasa untuk utang per tahunnya tidak mencapai 1 persen dari niali ekspor barang dan jasa Amerika Serikat.
Utang luar negeri Amerika Serikat dalam bentuk AS$, sehingga untuk melunasi utang tersebut Amerika Serikat dapat mencetak obligasi sejumlah yang diperlukan. Negara berkembang yang utangnya tidak dengan mata uang sendiri tidak dapat melakukan seperti Amerika Serikat.
IX.           Sistem Moneter Islam[11]
Pertanyaannya, dari ketiga sistem moneter (Fixed Exchange Rate System, Floating Exchange Rate System dan Pegged Exchange Rate System) , manakah yang sesuai dengan konsep ekonomi Islam? Beberapa argumen muncul. Yang paling dianggap benar, namun sering dianggap radikal bahkan oleh pengusung ekonomi Islam sendiri adalah kembali menggunakan mata uang fisik dinar dan dirham (full bodied money). Yang moderat mengusulkan supaya mata uang sekarang agar di-backup dengan emas sebagaimana Bretton Woods. Sedangkan yang paling lunak adalah sebagaimana seperti adanya sekarang, hanya bagaimana pemerintah mengatur supaya tidak ada lagi unsur maghrib (masyir ‘spekulasi’, gharar ‘penipuan’ dan riba) dalam sistem moneter yang berlaku. Dari ketiga usulan itu, penulis dengan tegas menolak yang disebutkan terakhir berdasarkan kenyataan bahwa sistem moneter yang ada sekarang memungkinkan pihak yang mengejar keuntungan pribadi melakukan aksi maghrib tersebut. Terbukti, betapapun pemerintah menghimbau para spekulan, aksi spekulasi di bursa valas masih tetap gencar.
Adapun alternatif yang pertama, saat ini akan (masih) sulit diwujudkan. Kesulitan ini terutama karena dinar dan dirham—meski sebenarnya merupakan mata uang dari luar Islam yaitu Romawi dan Persia—telah dicitrakan sebagai mata uang Islam. Menurut penulis, seandainya negara-negara Islam mengusulkan kepada dunia untuk menggunakan dinar dirham, akan banyak penolakan terutama Barat yang phobia terhadap Islam. Dengan begitu, peluang terbesar ada pada usulan moderat, yaitu agar mata uang-mata uang sekarang kembali di-backup dengan emas—tentu dengan beberapa penyempurnaan dari system sebelumnya (Bretton Woods). System inilah yang oleh kalangan barat ingin kembali digulirkan yang dikenal dengan istilah Bretton Woods II. Usulan ini bahkan didukung oleh nama-nama besar seperti Joseph E. stiglitz (Ekonom Peraih Nobel dari Amerika), Gordon Brown (PM Inggris) hingga Nicholas Sarkozy (Presiden Perancis).
devaluasi? Qur’an melarang hal ini:[12]
“….. jangan mengambil dari orang-orang apa-apa yang menjadi milik mereka dengan cara menurunkan nilainya (Qur’an Al Araf:75, Hud:85, Al Shuara:183).
Presiden, alim ulama, mungkin tidak membaca ayat ini ketika mereka menyatakan penggunaan uang kertas itu halal. President Roosevelt, pada April 1932, ketika Federal Reserve baru saja didirikan, yang merupakan institusi swasta, bukan institusi pemerintah, memaksa pemerintah AS untuk melakukan devaluasi, demoneytized gold, dengan cara mengeluarkan peraturan dimana rakyat tidak boleh menyimpan emas dalam bentuk apapun juga dan wajib menukarnya dengan uang di Federal Reserve, rakyat yang kedapatan memegang emas, akan dipenjarakan.
1932, USD 20 untuk 1 ons emas.
Mereka yang pintar, seperti mereka-mereka yang tidak masuk kerja di WTC pada tanggal 9 September, melakukan hal yang sebaliknya. Mereka mengumpulkan semua uang yang mereka miliki dan menukarnya dengan emas, kemudian emas itu mereka bawa keluar AS.
Pada januari 1934, Roosevelt mencabut undang-undang itu dan menetapkan bahwa emas dapat dimiliki kembali dengan nilai yang sudah didevaluasi, remoneytized gold,
1934, USD 35 untuk 1 ons emas.
Roseevelt seharusnya sudah dipotong tangan kiri dan kanannya juga kaki kiri dan kanannya karena telah melakukan pencurian legal terhadap rakyat Amerika.
Diseluruh jagat dari 1950 (Bretton Woods) hingga sekarang 2011, mata uang negara-negara yang terdapat dalam persekutuan Yahudi Kristen, disebut sebagai hard currencies, mata uang kuat, sedangkan untuk negara-negara lainnya disebut soft currenciesmata uang lemah, dimana mata uang lemah ini terus menerus di devaluasi sehingga nilai berkurang terus menerus, sehingga pada saat yang bersamaan terjadi perpindahan kekayaan alam yang masif, dari negara-negara mata uang lemah ke negara-negara mata uang kuat.
Contoh;
1997   USD 1   =    Rp.2.305
1998   USD 1   =    Rp.5.300
2011   USD 1   =    Rp.8.500 (kurang lebih)
Sehingga, pada tahun 1997, AS dan Eropa dengan USD 1 dapat membeli (misalnya 1 kg  gula seharag Rp. 2000) maka dengan uang yang sama yaitu USD 1, pada tahun 1998 mereka dapat membeli 2,5 kg gula, dan pada tahun 2011, 4 kg gula. Karena hanya mereka yang tahu kapan waktu devaluasinya. Sementara itu, rakyat Indonesia, dengan uang yang sama, pada tahun 1997 dapat membeli 1 kg gula, pada tahun 1998, 0,5 kg gula, dan pada tahun 2011, satu sendok saja tidak dapat. Kecuali para elit predator di Indonesia yang menjadi antek persekutuan Yahudi Kristen. Ini adalah pencurian, perampokan, penjajahan dan perbudakan.
Mereka para elit predator bukan hanya ingin kaya, dengan 3 mercedes benz di garasi mereka, mereka tidak hanya ingin merampok manusia, namun mereka ingin menetapkan kediktatoran mereka, terhadap seluruh manusia sejagat yang terlalu bodoh, atau terlalu acuh, atau terlalu terpesona dengam kemegahan dunia baratnya Yahudi Kristen di kota-kota tempat tinggal mereka! Disetiap negara-negara didunia, mereka memiliki antek-antek penjilat bokong mereka, manusia dari berbagai macam warna kulit, yang menjadi penguasa di masing-masing negara, sehingga nantinya, dimasa depan yang tidak terlalu jauh, satu orang akan memerintah seluruh manusia sejagat dari Jerusalem.
Rasulullah, SAW: “Akan datang suatu masa, dimana tidak akan ada yang berharga selain dinar dan dirham!”
Kini kita tahu bahwa sistem moneter barat ini akan jatuh. Ketika uang diseluruh dunia jatuh, sebuah kiamat finansial ini akan menjadikan peristiwa 9 September sebatas pencuci mulut. Dimana uang kertas dan uang elektronik tidak berharga, anda tidak bisa kemana-mana, akan terjadi pembantaian besar-besaran,  pembunuhan, perang dengan senjata nuklir.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
System moneter internasional adalah satu perangkat kebijakan, institusi,praktisi, regulasi, mekanisme yang menentukan tingkat dimana mata uang satu di tukarkan dengan mata uang yang lain. Perubahan sistem moneter diakibatkan oleh gejolak ekonomi. Dengan mempelajari pengalaman historis akan dapat diperoleh gambaran timbulnya ketidakstabilan ekonomi serta proses penyesuaian neraca pembayaran internasional.
Sistem Standar Emas 1870 – 1914 Muncul pada tahun 1870, dimana pemerintah Inggris menetapkan nilai poundsterling dengan emas. Zaman Bretton Woods, 1944 – 1973. Dalam perjanjian Bretton Woods terbentuk dua badan internasional, yaitu International Bank for Recontruction and Development, yang sekarang dikenal dengan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.
Sistem Penetapan Kurs Mata Uang bisa dikategorikan menjadi beberapa kelompok yaitu Free Float (Mengambang Bebas) Berdasarkan sistem ini, kurs mata uang dibiarkan mengambang bebas tergantung kekuatan pasar. Float yang dikelola (Managed Float) Sistem mengambang bebas mempunyai kerugian karena ketidakpastian kurs cukup tinggi. Perjanjian Zona Target Tertentu Melalui perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata uangnya secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Cara Melakukan Transaksi Internasional Cash,Open Account, Commercial Bill of Exchange, Letter of Credit, private compensation.

DAFTAR PUSTAKA

Sartono. Agus, “manajemen keuangan internasional”, Yogyakarta: BPFE-    YOGYAKARTA, 2001
Eiteman. David K, “manajemen keuangan multinasional edisi kesembilan”, Indonesia: PT INDEKS Kelompok Gramedia, 2003
Madura. Jeff, “manajemen keuangan internasional edisi empat”, Jakarta: Erlangga, 1997
Ghofur W. Muhammad, “pengantar ekonomi moneter”, Yogyakarta: Biruni press, 2007
Huda. Nurul, “ekonomi makro islam pendekatan teoritis”, Jakarta: Kencana, 2009
Jain, Subhash C., “manajemen pemasaran internasional”, Jakarta: Erlangga, 1996.

http://devania.wordpress.com



[1] Sartono. Agus, “Manajemen keuangan internasional”, 2001, Hal. 28
[2] Ghofur W. Muhammad, “pengantar ekonomi moneter”, 2007, hal.40
[3] Eiteman. David K, “manajemen keuangan multinasional edisi kesembilan”, 2003, hal. 24
[4] Lihat artikel dari sumber: “www.ana-ekonomi.blogspot.com”
[5] Sartono. Agus, “Manajemen keuangan internasional”, 2001, Hal.28
[6] Ibid, hal. 28
[7] Lihat artikel dari sumber :”http://datakuliah.blogspot.com/2009/11.html”
[8] Lihat “http://ana-ekonomi.blogspot.com”, juga beberapa materi dari dosen dan diskusi kuliah
[9] Lihat artikel “http://datakuliah.blogspot.com/2009/11/sistem-moneter-internasional.html” dan berbagai wacana, seminar dan diskusi kuliah
[10] Ibid,
[11] Lihat artikel dari sumber:
“http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1241:sistem-nilai-tukar-uang-dalam-islam”