SEJARAH
SISTEM MONETER INTERNASIONAL
DAN PANDANGAN ISLAM
BAB
I
PENDAHULUAN
Dunia saat ini, setelah lenyapnya
negara Khilafah Islam & runtuhnya sosialisme, hidup diatas satu sistem dari
aspek ekonomi dan finansial yaitu sistem ekonomi liberal atau liberalisme
pasar, terlebih lagi sistem itu -dari sisi formalitasnya- terikat dengan
lembaga Dana Moneter Internasional (IMF). Lembaga lain yaitu Organisasi
Perdagangan Internasional (WTO) sedang dalam perjalanannya untuk mengikat semua
negara di dunia. Lembaga-lembaga ini -IMF, WTO, dan berbagai lembaga keuangan
lainnnya seperti berbagai klub finansial dan lain-lain adalah hasil dari
praktek liberalisme ekonomi dengan segala keburukannya. Mereka
menjalankan kaedah: meraih tujuan dengan menghalalkan segala cara. Mereka
membentuk lembaga-lembaga seperti ini untuk mendapatkan legalitas terhadap
seluruh tindakan dan dominasi mereka atas negara-negara lain di dunia.
Negara-negara penjajah
telah memformat kaedah-kaedah dan nilai-nilai baku yang mereka namakan dengan
sistem dan undang-undang. Melalui instrumen sistem dan perundang-undangan itu
mereka mengontrol kehidupan, perekonomian, dan transaksi moneter internasional
sehingga dapat digunakan untuk menghisap darah berbagai bangsa dan negeri sekaligus
merampok kekayaannya. Untuk mendalami bagaimana modus negara-negara imperialis
itu mengontrol berbagai transaksi moneter global dan mengeksploitasi berbagai
bangsa, maka harus dipaparkan periodisasi perkembangan dalm sistem moneter
internasional.
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
Sistem
Moneter Internasional
Peningkatan nilai tukar
(kurs) yang tidak stabil merupakan salah satu perkembangan utama ekonomi 40
tahun terakhir ini. Dengan sistem yang berlaku pada saat ini, dimana sebagian
nilai tukar mengambang (floating) sebagian tetap (fixed), laba dari berbagai
perusahaan multinasional, bank dan para investor individual terpengaruh oleh
fluktuasi riil dan diatas kertas akibat perubahan dalam nila tukar. Kebijakan
untuk memprediksi terhadap fluktuasi nilaitukar masih berkembang sejalan dengan
tumbuhnya pemahaman atas cara kerja sistem moneter internasional, makin
jelasnya peraturan akuntansi dan perpajakan untuk untung dan rugi dari
transaksi pertukaran valuta asing, dan makin dikenalnya efek ekonomi perubahan
nilai tukar terhadap cash flow dan nilai pasar dimasa depan.
Meskipun nilai tukar
yang tidak stabil dapat memperbesar resiko, namun juga menciptakan berbagai
peluang yang menguntungkan bagi perusahaan maupun investor, bila disertai
pemahaman yang cukup atas manajemen resiko nilai tukar.sistem moneter
internasional (SMI) dapat didefinisikan sebagai perangkat kebijakan, institusi,
praktek, peraturan, dan mekanisme yang menentukan tingkat dimana suatu mata
uang ditukarkan dengan mata uang lain (shapiro,1996,h.75). Sistem moneter
internasional sering didefinisikan pula sebagai suatu struktur dimana mata uang
ditentukan, perdagangan internasional dan arus modal diakomodasian, dan
penyesuaian terhadap neraca pembayaran dilakukan. Termasuk instrumen, institusi
dan kesepakatan yang terkait dengan mata uang dunia dan pasar uang.[1]
II.
Sejarah
sistem moneter internasional
Penentuan awal
dimulainya sistem moneter internasional memang terdapat perbedaan diantara para
penulis.[2]
Gost, Gulde da Wolf (2002) mengelompokkan sejarah sistem moneter internasional
atas enam periode yaitu:
·
Periode standar
emas (Gold Standard)
·
Periode dismal
(Dismal Period)
·
Periode standar
tukar emas (Gold Exchange Standard)
·
Periode
nasionalisme moneter (Monetary Nasionalism)
·
Periode sistem Bretton
Woods (Bretton Woods Sistem)
·
Periode Setelah
Bretton Woods (Post-Bretton Woods Period)
Namun penulis lain
(Copeland, 1989) mengelompokkan berbagai periode sistem moneter internasional
dalam empat periode, yaitu:
·
Periode standar
emas (Gold Standar)
·
Periode sistem
Bretton Woods (Bretton Woods sistem)
·
Periode setelah
Bretton Woods (Post-Bretton Woods Period)
Berikut ini akan
dipaparkan periodesasi sistem moneter internasional menurut Copeland. Pendapat
Copeland dipilih karena lebih sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca.
1. Periode
standar standar emas, 1870 – 1914
Muncul pada tahun 1870, dimana
pemerintah Inggris menetapkan nilai poundsterling dengan emas. Karena
perkembangan industri dan perdagangan dunia yang berkembang pada abad 19 serta
diperkuat dengan ditemukannya tambang emas di Amerika dan Afrika, maka sistem
standar emas dipakai oleh banyak negara hingga Perang Dunia I.[3]
Sistem ini sangat penting bagi sebuah negara untuk mempertahankan cadangan emas
yang cukup untuk mendukung nilai mata uangnya. Sistem ini juga memiliki efek
secara implisit membatasi nilai tukar dimana masing-masing negara dapat
memperluas cadangan uangnya.
Standar emas berfungsi cukup baik
sampai meletusnya perang dunia I mengiterupsi aliran perdagangan dan pergerakan
emas secara bebas. Ini menyebabkan negara-negaradagang utama menghentikan
operasi standar emas.
2. Periode
sistem Bretton Woods, 1944 – 1973
Dalam perjanjian Bretton Woods
terbentuk dua badan internasional, yaitu International Bank for Recontruction
and Development, yang sekarang dikenal dengan Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional. Sistem kurs valuta asing yang dipakai semula adalah kurs tetap
dan tidak memperbolehkan negara anggota melakukan pengawasan devisa (exchange
control) kecuali mengalami krisis moneter atau defisit neraca pembayaran yang
hebat.[4]
Pada masa tersebut dolar merupakan mata uang yang sangat penting dalam lalu
lintas pembayaran internasional.
3. Periode
Setelah Bretton Woods, 1973 – saat ini
Sejak tahun 1973, sistem moneter
internasional merupakan campuran antara kurs tetap dengan kurs berubah-ubah. Secara
umum,dolar makin kurang stabil dan melemah sedikit dalam jangka panjang. Dilain
pihak , Yen Jepang dan Mark Jerman telah menguat. Mata uang dinegara yang baru
berkembang amat sangat tidak stabil dan pada umumnya melemah. Mata uang
beberapa negara besar berfluktuasi tergantung dari permintaan dan penawaran,
dan seringkali penguasa moneter negara tersebut melakukan campur tangan di
pasar valuta asing untuk mengurangi fluktuasi kurs yang berlebihan.
III.
Dana
Moneter Internasional
Dana Moneter Internasional atau International
Monetary Fund (IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam
mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara
anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan
masing-masing negara. Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang
mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara
tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya
privatisasi badan usaha milik negara. Setelah melalui pertimbangan panjang dan
hati-hati, sebuah system moneter disepakati di Bretton Woods. Negara-negara
anggota sepakat untuk mengontrol batas kurs mereka dengan cara yang sudah
ditentukan. Menurut kesepakatan awal, kurs dibolehkan berfariasi sampai satu
persen dibawah atau diatas par. Bila kurs suatu Negara mencapai atau mendekati
salah satu batas, disebut ”titik pendukung arbitrase”, bank sentralnya
mengintervensi pasar untuk mencegah kurs melewati batas itu. Inntervensi
pasar mensyaratkan suatu Negara
untuk mengakumulasi cadangan devisanya,
yang terdiri dari emas dan mata uang asing, diatas kebutuhan
perdagangan normal. Sebuah
lembaga bernama Dana Moneter internasional IMF, didirikan di Bretton Woods
untuk mengawasi system moneter yang baru disepakati. Ada beberapa hal yang
telah dicapai dana moneter internasional. Misalnya,
lembaga itu: Berhasil
mempertahankan peningkatan yang cepat dari volume perdagangan
dan investasi. Menunjukan
flexibilitas dalam mengadaptasi perubahan-perubahan dalam perdagangan internasional.
Semakin efisien (bahkan terjadi penurunan
persentase cadangan devisa) Semakin
tangguh (lembaga itu berhasil melewati masa krisis awal pada tahun 1971,
mengatasi kegiatan spekulatif, dan bertahan dalam siklus
bisnis yang bergejolak). Mendukung
tumbuhnya
kerja sama internasional. Membangun
kapasitas untuk mengakomodasi reformasi dan perbaikan.
IV.
Sistem Nilai
Tukar Valuta Asing
Secara garis besar sistem nilai tukar valuta asing
terbagi menjadi dua, yaitu:
1.
Sistem nilai
tukar tetap ( fixed rate, pegged rate ) sistem di mana nilai
tukar mata uang domestik ditetapkan pada tingkat tertentu terhadap nilai mata
uang asing. Sistem ini memaksa pemerintah untuk selalu menyesuaikan nilai
tukarnya jika tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar dengan cara
mendevaluasikan mata uangnya atau merevaluasikan.[5]
Bank sentral yang bersangkutan mempunyai komitmen yang tinggi untuk
mempertahankan nilai tukar tersebut dengan cara melakukan intervesi aktif
dipasar valuta asing. Ketidakmampuan mempertahankan nilai tukar memaksa
pemerintah untuk melakukan devaluasi. Penggunaan sistem nilai tukar tetap ini
seringkali mengakibatkan negara terpaksa harus meminjam dalam jumlah besar.
Penggunaan sistem nilai
tukar tetap memaksa pemerintah harus melakukan devaluasi yang ternyata
dampaknya justru semakin buruk bagi ekonomi Indonesia. Pengalaman menunjukkan
bahwa jika Rupiah mengalami overvalued, maka barang dan jasa produksi Indonesia
menjadi kurang kompetitif, pertumbuhan ekonomi rendah, pengangguran meningkat,
dan tidak jarang hutang luar negeri membengkak karena pemerintah harus
mempertahankan Rupiah yang overvalued tersebut.[6]
2.
Sistem nilai
tukar mengambang ( floating rate, flexible rate ). sistem di mana
nilai tukar mata uang domestik diambangkan terhadap nilai mata uang asing, atau
sesuai dengan pergerakan pasar dimana terjadinya kurs valuta berdasarkan pada
permintaan dan penawaran mata uang asing.
Akan tetapi, dari kedua sistem
tersebut dapat dibagi-bagi lagi menjadi:
• Permanently Fixed Exchange Rate (Sistem kurs tetap permanen)
• Absolutely Flexible Exchange Rate (Sistem kurs mengambang murni)
• Fixed Exchange rate bands (Sistem kurs terbatas).
Sistem kurs baku
biasanya memungkinkan fluktuasi kurs sampai batas tertentu, mengingat kurs yang
benar-benar baku/tetap tidak pernah ada dalam sejarah. Dalam sistem kurs yang
didasarkan pada batas-batas fluktuasi atau sistem kurs tetap terbatas ini
negara-negara dapat memutuskan sendiri nilai patokan ( par value ) nya,
untuk kemudian membiarkan mata uangnya itu bergerak di atas atau di bawah nilai
patokan tersebut secara terbatas. Sebagai contoh, dalam sistem Bretton Woods
yang beroperasi selama periode pasca perang sampai tahun 1971, kurs
dimungkinkan untuk berfluktuasi sekitar 1% di atas atau di bawah nilai
patokannya.[7]
• Adjustable Fixed Exchange Rate – wide band (Sistem kurs tetap yang dapat disesuaikan). Sistem ini lebih menitikberatkan pada penetapan nilai patokan kurs daripada batas-batas nilai fluktuasi. Sepintas lalu, sistem ini mirip dengan sistem kurs tetap terbatas ( fixed exchange rate bands ). Bedanya dalam sistem kurs baku yang dapat disesuaikan ini, yang diubah bukan batas-batas fluktuasinya, tapi nilai patokannya.
• Crawling Peg System (Sistem kurs merayap). Guna menghindari kelemahan atau resiko perubahan nilai patokan yang kelewat besar (yang akan memancing spekulasi perusak stabilitas), maka diciptakanlah sistem kurs baku merayap atau sistem “pergeseran kurs, atau sistem paritas merayap”. Dalam sistem ini nilai-nilai patokan masih boleh diubah, namun setiap kali diubah, perubahannya diusahakan sekecil mungkin. • Managed Floating Exchange Rate (Sistem kurs mengambang terkendali). Dalam sistem ini otorita moneter di masing-masing negara dibebani kewajiban untuk melakukan intervensi terhadap pasar-pasar valuta asing dalam rangka mendukung fluktuasi jangka pendek tanpa mengganggu kecenderungan jangka panjangnya. Sistem ini cukup sering membuahkan keberhasilan, dan pada saat itu sistem tersebut dipuji sebagai satu-satunya sistem yang sanggup memadukan kelebihan-kelebihan sistem kurs tetap dan sistem kurs mengambang. Namun dalam prakteknya, tidak selamanya sistem kurs ini mampu mengatasi ketidakseimbangan pada neraca pembayaran. Salah satu kesulitan yang mungkin timbul adalah otorita moneter bisa jadi tidak berada pada posisi yang lebih baik ketimbang para spekulan, investor, dan pedagang uang professional dalam menduga-duga kecendrungan kurs dalam jangka panjang.
• Adjustable Fixed Exchange Rate – wide band (Sistem kurs tetap yang dapat disesuaikan). Sistem ini lebih menitikberatkan pada penetapan nilai patokan kurs daripada batas-batas nilai fluktuasi. Sepintas lalu, sistem ini mirip dengan sistem kurs tetap terbatas ( fixed exchange rate bands ). Bedanya dalam sistem kurs baku yang dapat disesuaikan ini, yang diubah bukan batas-batas fluktuasinya, tapi nilai patokannya.
• Crawling Peg System (Sistem kurs merayap). Guna menghindari kelemahan atau resiko perubahan nilai patokan yang kelewat besar (yang akan memancing spekulasi perusak stabilitas), maka diciptakanlah sistem kurs baku merayap atau sistem “pergeseran kurs, atau sistem paritas merayap”. Dalam sistem ini nilai-nilai patokan masih boleh diubah, namun setiap kali diubah, perubahannya diusahakan sekecil mungkin. • Managed Floating Exchange Rate (Sistem kurs mengambang terkendali). Dalam sistem ini otorita moneter di masing-masing negara dibebani kewajiban untuk melakukan intervensi terhadap pasar-pasar valuta asing dalam rangka mendukung fluktuasi jangka pendek tanpa mengganggu kecenderungan jangka panjangnya. Sistem ini cukup sering membuahkan keberhasilan, dan pada saat itu sistem tersebut dipuji sebagai satu-satunya sistem yang sanggup memadukan kelebihan-kelebihan sistem kurs tetap dan sistem kurs mengambang. Namun dalam prakteknya, tidak selamanya sistem kurs ini mampu mengatasi ketidakseimbangan pada neraca pembayaran. Salah satu kesulitan yang mungkin timbul adalah otorita moneter bisa jadi tidak berada pada posisi yang lebih baik ketimbang para spekulan, investor, dan pedagang uang professional dalam menduga-duga kecendrungan kurs dalam jangka panjang.
V.
CARA - CARA MELAKUKAN PEMBAYARAN
INTERNASIONAL
Dalam melakukan
pembayaran transaksi ekonomi luar negeri, dapat digunakan
beberapacara,antaralain:[8]
1.
Cash Pembayaran dilakukan dengan menggunakan
check/cheque atau bank draft, pada saat barang dikirim oleh eksportir atau
sebelumnya. Cara ini sangat baik bagi eksportir yang keadaan keuangannya lemah
dan belum kenal baik dengan importir.
2.
Open Account
Merupakan kebalikan dari cara cash, yaitu pembayaran dilakukan setelah beberapa
waktu atau kebijaksanaan importir setelah barang dikirim kepada importir tanpa
surat perintah pembayaran serta dokumen-dokumen.
3.
Commercial Bill
of Exchange Merupakan cara yang paling umum dipakai dan sering disebut draft
atau trade bills, yaitu surat yang ditulis oleh penjual yang berisi perintah
kepada pembeli untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu di
masa datang, yang biasanya disebut trade drafts. Jenis draft terdiri dari;
clean draft dan documentary draft.
4.
Letter of Credit
L/C adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh bank atas permintaan pembeli
barang (importir) dimana bank tersebut yang menyetujui dan membayar wesel yang
ditarik oleh penjual barang (eksportir). Dengan demikian L/C merupakan suatu
alat pengganti kredit bank dan dapat menjamin pembayaran bagi eksportir. Pihak
yang terkait dalam L/C adalah Opener (importir), Issuer (bank yang mengeluarkan
L/C), Beneficiary atau penjual (eksportir), dan dalam prakteknya ada satu pihak
lagi yaitu Confirming Bank, yaitu bank di negara eksportir.
5.
Private
Compensation Adalah penyelesaian pembayaran dengan kompensasi utang piutang
tanpa perpindahan mata uang ke negara lain.
VI.
Kelemahan
Sistem Moneter Internasional
Ketika sistem moneter internasional dikaitkan dengan emas, yang pada
akhirnya menyebabkan saling ketergantungan di antara sistem mata uang sehingga
menjadi jangkar bagi nilai tukar yang tetap (fixed exchange rate) dan
menstabilkan inflasi. Ketika sistem Gold Standard hancur, fungsi yang bernilai
ini tidak bertahan lama dan dunia terjebak dalam rezim inflasi yang terus
menerus. Sistem moneter internasional saat ini tidak mengatur interdepensi
(saling mengait) antara berbagai mata uang dan juga tidak menstabilkan harga.
Alih-alih mengandalkan keseimbangan yang dihasilkan secara otomatis, AS
terpaksa harus "menampar" mitra dagangnya yang mengancam layaknya
musuh. Setelah revolusi di Eropa Timur dan hancurnya komunisme, kita tiba-tiba
memiliki 10 negara baru yang masuk dalam sistem moneter internasional, (pecahan
Uni Soviet) seluruhnya dengan mata uang yang baru atau
kebutuhan baru terhadap
kebijakan mata uangnya. Sistem moneter seperti apa yang seharusnya Michel Camdessus (Managing Director
IMF saat itu) rekomendasikan kepada negeri-negeri baru itu? Jawabannya akan
menjadi nyata sebelum tahun 1971 : masing-masing negara itu mesti
menstabilkan mata uangnya terhadap
Dollar AS atau terhadap salah satu mata uang yang stabil yang berhadapan dengan
Dollar
AS yang dikaitkan dengan emas.
Memperbaiki nilai tukar terhadap blok Dollar yang
meliputi hampir seluruh ekonomi dunia, telah memberi negara-negara transisi
baru yang relatif memiliki tingkat harga yang stabil di antara negara-negara
barat. Sekarang saya ingin menunjukkan kontribusi amat penting oleh IMF di
antara awal pendiriannya tahun 1946 dan 1971. Pada awal pendiriannyaIMF memberi
negara-negara sebuah filosofi manajemen makro ekonomik yang logis
berdasarkan nilai tukar tetap atau terkendali (fixed exchange rate). Kesepakatan
yang luar biasa ini sekarang diserahkan kepada para pemimpin
moneter domestik. Untuk meyakinkan,
sebuah negara dapat memperbaiki mata uangnya terhadap salah satu mata uang
utama seperti Dollar AS. Pada praktiknya, kebijakan seperti itu memerlukan aksi
dari kepemimpinan yang kuat; rencana stabilisasi (inflasi) melibatkan nilai
tukar tetap yang diterapkan di Argentina oleh Domingo Cavallo yang
menggambarkan betapa jarang kualitas pemimpin sepertinya.
Dalam periode nilai tukar tetap sebelum 1971, kepemimpinan
yang kuat tidak diperlukan sebab ada sebuah sistem dimana mayoritas negara
mematuhinya dan IMF memiliki seperangkat aspek teknis untuk menerapkannya.
Namun setelah tahun 1971 IMF kehilangan sentuhan tersebut ketika beralih dari
nilai tukar tetap (terhadap emas) sebelum 1971 menjadi nilai tukar mengambang
setelah 1971 dan khususnya setelah 1973, tahun dimana sistem moneter
internasional membatalkan nilai tukar tetap beralih ke nilai tukar mengambang.
IMF kemudian bergeser tugasnya sebagai pusat
sistem moneter internasional menjadi peran baru sebagai konsultan makroekonomi
khusus dan pengawas utang (bahkan broker utang-pent), fungsi yang sebenarnya
bias diperankan dengan baik oleh konsultan swasta. Ketika
tantangan dari negara-negara transisi muncul, IMF tidak memiliki sistem yang
saling mengait untuk stabilitas moneter untuk menawarkan sistem yang baik dan
hampir tanpa pengeculian seringkali konsep yang ditawarkan serampangan.
Kegagalan negara transisi dibuktikan dengan fakta bahwa tidak satupun dari
negara-negara tersebut di akhir 1996, mampu melampaui tingkat pendapatan sejak
masa transisi bermula, dan hanya dengan satu atau dua pengecualian, inflasi
kembali mencapai 2 digit. Perbaikan sejak akhir perang dingin sejauh ini lebih
memburuk dibanding perbaikan di akhir sebagian besar perang dunia (I dan II)
yang amat menghancurkan.
Sistem moneter internasional yang absolut di dunia saat ini tidaklah ada. Setiap negara memiliki sistemnya sendiri. Kebanyakan orang tidak mengerti bagaimana tidak biasanya (unusual) sistem ini. Selama ribuan tahun negara-negara telah mematok mata uang mereka terhadap salah satu logam mulia (emas atau perak) atau terhadap mata uang lain. Tetapi dalam seperempat abad terakhir sejak sistem moneter internasional (bretton woods) hancur, negara-negara mengadopsi sistem moneternya sendiri, fen omena yang tidak memiliki contoh sejarah dalam kerjasama antar negara yang dikenal sebagai sistem moneter internasional. Para ekonom mengetahui bahwa ketergantungan diantara sistem moneter internasional didukung oleh fakta bahwa keseimbangan neraca pembayaran (suatu negara) saling berhubungan satu sama lain. Apabila satu negara memiliki neraca perdagangan yang surplus maka negara-negara lain memiliki neraca perdagangan yang defisit. Jadi suatu negara bergerak menuju surplus atau defisit yang secara otomatis berpengaruh terhadap negara lain. Ini memiliki pengaruh di dalam sistem nilai tukar mata uang. Di dalam sebuah dunia dari n negara dengan n mata uang, ada n-1 nilai tukar yang independen. Setiap negara tidak dapat menetapkan nilai tukarnya. Akan ada banyak nilai tukar tetap di antara negara-negara. Ada satu derajat bebas (degree of freedom), yang membiarkan kenaikan terhadap apa yang para ekonom menyebutnya dengan (redundancy problem) masalah kelebihan. Aturan dimana tambahan derajat kebebasan untuk memelihara kestabilan harga, atau dalam kasus standar emas (gold standard) adalah memelihara atau menstabilkan harga emas.
Sistem moneter internasional yang absolut di dunia saat ini tidaklah ada. Setiap negara memiliki sistemnya sendiri. Kebanyakan orang tidak mengerti bagaimana tidak biasanya (unusual) sistem ini. Selama ribuan tahun negara-negara telah mematok mata uang mereka terhadap salah satu logam mulia (emas atau perak) atau terhadap mata uang lain. Tetapi dalam seperempat abad terakhir sejak sistem moneter internasional (bretton woods) hancur, negara-negara mengadopsi sistem moneternya sendiri, fen omena yang tidak memiliki contoh sejarah dalam kerjasama antar negara yang dikenal sebagai sistem moneter internasional. Para ekonom mengetahui bahwa ketergantungan diantara sistem moneter internasional didukung oleh fakta bahwa keseimbangan neraca pembayaran (suatu negara) saling berhubungan satu sama lain. Apabila satu negara memiliki neraca perdagangan yang surplus maka negara-negara lain memiliki neraca perdagangan yang defisit. Jadi suatu negara bergerak menuju surplus atau defisit yang secara otomatis berpengaruh terhadap negara lain. Ini memiliki pengaruh di dalam sistem nilai tukar mata uang. Di dalam sebuah dunia dari n negara dengan n mata uang, ada n-1 nilai tukar yang independen. Setiap negara tidak dapat menetapkan nilai tukarnya. Akan ada banyak nilai tukar tetap di antara negara-negara. Ada satu derajat bebas (degree of freedom), yang membiarkan kenaikan terhadap apa yang para ekonom menyebutnya dengan (redundancy problem) masalah kelebihan. Aturan dimana tambahan derajat kebebasan untuk memelihara kestabilan harga, atau dalam kasus standar emas (gold standard) adalah memelihara atau menstabilkan harga emas.
Di atas kertas, pengumpulan data hampir 200 negara
dengan mata uang tunggal dan nilai tukar mengambang akan menunjukkan hasil
berupa kebingungan yang luar biasa. Dalam prakteknya, bagaimanapun juga, sistem
ini tidaklah begitu buruk. Ada hubungan yang penting dalam struktur finansial
dunia berkenaan dengan konfigurasi kekuatan dalam ekonomi dunia dan aturan
khusus yang dijalankan oleh mata uang negara AS.
VII. Negara yang Mengalami Kepailitan
Pada tahun 1970-an
adalah waktu yang baik bagi bank untuk memberikan pinjaman kepada negara
berkembang. Kondisi saat itu menggambarkan seakan negara tidak akan mengalami
kepailitan. Kenyataan memperlihatkan “ sovereign debt ”(utang pemerintah
negara berdaulat) menghantam bisnis internasional. Beberapa negara berkembang
ternyata tidak mampu mengembalikan utangnya bahkan bunganya pun tidak terbayar.
Krisis “ sovereign debt ” terjadi di Polandia pada tahun 1981, sedangkan
di Meksiko, Brazilia dan Argentina terjadi tahun 1982. Penyebab bertambahnya
utang negara berkembang yaitu melonjaknya harga minyak. Pada tahun 1973 – 1974
harga minyak mengalami kenaikan 4 kali lipat dan tahun 1979 – 1980 dinaikkan
lagi 2 kali lipat. Kenaikan harga minyak ini mendorong meningkatnya inflasi
yang kemudian ditambah lagi dengan terjadinya resesi dunia. Sementara itu,
komoditi ekspor non migas negara berkembang menurun, sehingga menggoncang
perekonomian dan kemampuan untuk membayar utang.
Tahun 1979 – 1980 harga
minyak mulai naik lagi. Akan tetapi kenaikan harga tersebut diikuti dengan
kenaikan suku bunga yang berpengaruh pada suku bunga pinjaman baru maupun sisa
pinjaman yang pada umumnya digunakan suku bunga variabel. Negara berkembang
menanggung biaya bunga sebesar AS$ 2,5 milliar/tahun untuk setiap kenaikan 1
persen suku bunga pinjaman AS$. Hal ini mengakibatkan naiknya nilai mata uang
AS$. Negara berkembang pada umumnya meminjam uang dalam bentuk AS$ sehingga
setiap kenaikan nilai mata uang AS$ menambah beban. Beban tersebut menjadi
lebih berat karena pembayaran komoditi ekspor diterima dalam berbagai mata uang
lain yang digunakan untuk membayar uatang dalam AS$.
VIII. Pemecahan Masalah Utang [9]
IMF, BIS, bank-bank
sentral nasional dan bank-bank komersial berusahan keras mengatasi
masalah utang ini melalui berbagai cara, jangka pendek dan jangka panjang.
VIII.A Pemecahan Jangka
Pendek
Cara mengatasi masalah
utang jangka pendek yaitu dengan melakukan penjadwalan ulang pembayaran utang
agar negara penerima pinjaman dapat mengembalikan utangnya pada saat jatuh
tempo, walaupun diperlukan negosiasi yang cukup alot. Negara berkembang penerima
pinjaman tidak dapat melaksanakan program-program kegiatannya secara fleksibel
karena adanya tekanan dari IMF. Pertumbuhan ekonomi negara berkembang tertahan
karena dana baru dari hasil ekspornya atau pinjaman yang digunakan untuk
membayar utangnya, bukan melanjutkan programnya atau kegiatan produktif
lainnya.
Negara berkembang dapat mengurangi utangnya dengan meningkatkan ekspornya agar diperoleh surplus neraca pembayaran. Namun hasil surplus tersebut sebagian digunakan untuk membayar utangnya, kemudian sebagian lagi untuk biaya impor dalam upaya peningkatan ekspor. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi negara berkembang sangat lamban dan bahkan terhenti. Negara berkembang memerlukan banyak dana untuk menggerakkan roda perekonomiannya, tapi jika memperoleh pinjaman juga akan memperberat beban utangnya. Negosiasi ulang utang biasanya terlebih dahulu diikuti dengan tindakan pengetatan agar dapat mendorong menurunnya standar kehidupan, pertumbuhan ekonomi dan ekpor. Kemudian, meningkatkan kesadaran akan pentingnya melakukan penyesuaian dan keterpaduan kebijaksanaan jangka pendek, karena permasalahan yang dihadapi negara berkembang tidak hanya masalah utang tetapi juga masalah ekonomi, budaya dan perilaku. Beberapa contoh kegagalan sovereign debt adalah Equador, Yunani, dan Mesir. Equador mengalami kegagalan membayar utangnya sejak tahun 1800 dan untuk memulihkan perekonomiannya diperlukan waktu 113 tahun. Yunani mengalami kegagalan membayar utangnya selama 87 tahun. Dua abad yang lalu negara-negara terkenal seperti Belanda, Austria, Jepang dan Cina juga pernah mengalami kegagalan memenuhi kewajibannya membayar utang luar negeri. Mesir yang gagal memenuhi kewajiban utang luar negeri tahun 1976, telah membelanjakan lebih banyak uang pinjamannya untuk penari balet dan semacamnya daripada untuk pekerjaan umum. Paris Club, kelompok pemberipinjaman negara Barat, memberikan ampunan berupa penghapusan separoh utang Polandia atau senilai AS$ 17,5 milliar. Sedangkan Amerika Serikat memberikan ampunan berupa penghapusan utang Mesir sebagai imbalan atas bantuan Mesir kepada Amerika Serikat pada saat perang melawan Irak. Pemberian bantuan ini didasarkan pada nilai kemanusiaan dan mendorong terciptanya reformasi ekonomi, sehingga membangkitkan kegiatan ekonomi yang sudah rapuh.
Negara berkembang dapat mengurangi utangnya dengan meningkatkan ekspornya agar diperoleh surplus neraca pembayaran. Namun hasil surplus tersebut sebagian digunakan untuk membayar utangnya, kemudian sebagian lagi untuk biaya impor dalam upaya peningkatan ekspor. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi negara berkembang sangat lamban dan bahkan terhenti. Negara berkembang memerlukan banyak dana untuk menggerakkan roda perekonomiannya, tapi jika memperoleh pinjaman juga akan memperberat beban utangnya. Negosiasi ulang utang biasanya terlebih dahulu diikuti dengan tindakan pengetatan agar dapat mendorong menurunnya standar kehidupan, pertumbuhan ekonomi dan ekpor. Kemudian, meningkatkan kesadaran akan pentingnya melakukan penyesuaian dan keterpaduan kebijaksanaan jangka pendek, karena permasalahan yang dihadapi negara berkembang tidak hanya masalah utang tetapi juga masalah ekonomi, budaya dan perilaku. Beberapa contoh kegagalan sovereign debt adalah Equador, Yunani, dan Mesir. Equador mengalami kegagalan membayar utangnya sejak tahun 1800 dan untuk memulihkan perekonomiannya diperlukan waktu 113 tahun. Yunani mengalami kegagalan membayar utangnya selama 87 tahun. Dua abad yang lalu negara-negara terkenal seperti Belanda, Austria, Jepang dan Cina juga pernah mengalami kegagalan memenuhi kewajibannya membayar utang luar negeri. Mesir yang gagal memenuhi kewajiban utang luar negeri tahun 1976, telah membelanjakan lebih banyak uang pinjamannya untuk penari balet dan semacamnya daripada untuk pekerjaan umum. Paris Club, kelompok pemberipinjaman negara Barat, memberikan ampunan berupa penghapusan separoh utang Polandia atau senilai AS$ 17,5 milliar. Sedangkan Amerika Serikat memberikan ampunan berupa penghapusan utang Mesir sebagai imbalan atas bantuan Mesir kepada Amerika Serikat pada saat perang melawan Irak. Pemberian bantuan ini didasarkan pada nilai kemanusiaan dan mendorong terciptanya reformasi ekonomi, sehingga membangkitkan kegiatan ekonomi yang sudah rapuh.
VIII.B Pemecahan Jangka
Panjang
Beberapa saran untuk
memecahkan masalah utang jangka panjang adalah sebagai berikut:
- Negara penerima pinjaman hendaknya memanfaatkan dana pinjaman barunya untuk kegiatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi daripada untuk keperluan yang bersifat konsumtif, capital flight , atau memenuhi ambisi pemeintah.
- Negara penerima pinjaman hendaknya membangun dana cadangan yang cukup untuk jangka pendek maupun jangka panjang sehingga mampu menjaga fluktuasi harga komoditi ekspor bila terjadi perubahan yang tidak diinginkan
- Negara maju harus terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membuka pasarnya untuk barang ekspor dari negara berkembang melalui persaingan yang sehat.
- IMF dan negara pemberi pinjaman hendaknya tidak melakukan suatu tekanan kepada negara peminjam.
- IMF, Bank Dunia dan negara pemberi pinjaman hendaknya memberi pinjaman dalam jumlah yang cukup sehingga dapat digunakan untuk jangka panjang.
- Sebagian utang negara berkembang hendaknya diubah bentuknya menjadi bentuk equitas, sehingga mendorong timbulnya rasa memiliki atas proyek-proyek yang dilaksanakan. Sebagian utang lainnya hendaknya diperpanjang jatuh temponya dengan penerapan bunga ceiling.
- Negara berkembang hendaknya mengurangi larangan investasi asing
- Jangan menyalahkan satu pihak atas timbulnya krisis utang
Apakah Amerika Serikat terlibat Utang?[10]
Amerika Serikat telah menjadi negara donatur besar
dunia selama 70 tahun, namun pernah menjadi negara penerima pinjaman terbesar
di dunia yang membuat Amerika Serikat menjadi negara yang mandiri. Utang
Amerika Serikat sebagaimana yang dikatakan Departemen Perdagangan, net
negative international investment position , yaitu selisih antara nilai
asset negara lain di Amerika Serikat dengan asset Amerika Serikat di negara
lain.
Perbedaan utang Amerika Serikat dengan negara berkembang:
- Nilai asset negara lain yang berada di Amerika Serikat yang bernilai di atas AS$ 3 milliar dijamin dalam obligasi US Treasury yang diperdagangkan setiap hari di pasar internasional. Nilai asset tersebut memiliki tingkat perubahan yang konstan tidak seperti di negara berkembang.
- Asset negara lain di Amerika Serikat dinilai berdasarkan nilai buku sehingga nilai perkiraannya dapat mencapai di atas AS$ 100 milliar. Nilai buku berdasarkan nilai saat dilakukan pembelian dan dilakukan depresiasi sesuai usia asset.
- Asset Amerika Serikat di negara lain dilaporkan menghasilkan banyak keuntungan misalnya dari bunga dividen investasi dollar.
- Total utang Amerika Serikat sebesar 6% dari GDP Amerika Serikat. Sedangkan biaya jasa untuk utang per tahunnya tidak mencapai 1 persen dari niali ekspor barang dan jasa Amerika Serikat.
Utang luar negeri Amerika Serikat dalam bentuk AS$,
sehingga untuk melunasi utang tersebut Amerika Serikat dapat mencetak obligasi
sejumlah yang diperlukan. Negara
berkembang yang utangnya tidak dengan mata uang sendiri tidak dapat melakukan
seperti Amerika Serikat.
IX.
Sistem
Moneter Islam[11]
Pertanyaannya, dari ketiga sistem moneter (Fixed
Exchange Rate System, Floating Exchange Rate System dan Pegged Exchange Rate
System) , manakah yang sesuai
dengan konsep ekonomi Islam? Beberapa argumen muncul. Yang paling dianggap
benar, namun sering dianggap radikal bahkan oleh pengusung ekonomi Islam
sendiri adalah kembali menggunakan mata uang fisik dinar dan dirham (full
bodied money). Yang moderat mengusulkan supaya mata uang sekarang agar
di-backup dengan emas sebagaimana Bretton Woods. Sedangkan yang paling lunak
adalah sebagaimana seperti adanya sekarang, hanya bagaimana pemerintah mengatur
supaya tidak ada lagi unsur maghrib (masyir ‘spekulasi’, gharar ‘penipuan’ dan
riba) dalam sistem moneter yang berlaku. Dari ketiga usulan itu, penulis dengan
tegas menolak yang disebutkan terakhir berdasarkan kenyataan bahwa sistem
moneter yang ada sekarang memungkinkan pihak yang mengejar keuntungan pribadi
melakukan aksi maghrib tersebut. Terbukti, betapapun pemerintah menghimbau para
spekulan, aksi spekulasi di bursa valas masih tetap gencar.
Adapun alternatif yang pertama, saat ini akan
(masih) sulit diwujudkan. Kesulitan ini terutama karena dinar dan dirham—meski
sebenarnya merupakan mata uang dari luar Islam yaitu Romawi dan Persia—telah
dicitrakan sebagai mata uang Islam. Menurut penulis, seandainya negara-negara
Islam mengusulkan kepada dunia untuk menggunakan dinar dirham, akan banyak penolakan
terutama Barat yang phobia terhadap Islam. Dengan begitu, peluang
terbesar ada pada usulan moderat, yaitu agar mata uang-mata uang sekarang
kembali di-backup dengan emas—tentu dengan beberapa penyempurnaan dari system
sebelumnya (Bretton Woods). System inilah yang oleh kalangan barat ingin
kembali digulirkan yang dikenal dengan istilah Bretton Woods II. Usulan ini
bahkan didukung oleh nama-nama besar seperti Joseph E. stiglitz (Ekonom Peraih
Nobel dari Amerika), Gordon Brown (PM Inggris) hingga Nicholas Sarkozy
(Presiden Perancis).
devaluasi?
Qur’an melarang hal ini:[12]
“…..
jangan mengambil dari orang-orang apa-apa yang menjadi milik mereka dengan cara
menurunkan nilainya (Qur’an Al Araf:75, Hud:85, Al Shuara:183).
Presiden, alim ulama, mungkin tidak membaca ayat ini
ketika mereka menyatakan penggunaan uang kertas itu halal. President Roosevelt,
pada April 1932, ketika Federal Reserve baru saja didirikan, yang merupakan
institusi swasta, bukan institusi pemerintah, memaksa pemerintah AS untuk
melakukan devaluasi, demoneytized gold, dengan cara mengeluarkan peraturan
dimana rakyat tidak boleh menyimpan emas dalam bentuk apapun juga dan wajib
menukarnya dengan uang di Federal Reserve, rakyat yang kedapatan memegang emas,
akan dipenjarakan.
1932, USD 20 untuk 1 ons emas.
Mereka yang pintar, seperti mereka-mereka yang tidak
masuk kerja di WTC pada tanggal 9 September, melakukan hal yang sebaliknya.
Mereka mengumpulkan semua uang yang mereka miliki dan menukarnya dengan emas,
kemudian emas itu mereka bawa keluar AS.
Pada januari 1934, Roosevelt mencabut undang-undang
itu dan menetapkan bahwa emas dapat dimiliki kembali dengan nilai yang sudah didevaluasi,
remoneytized gold,
1934, USD 35 untuk 1 ons emas.
Roseevelt seharusnya sudah dipotong tangan kiri dan kanannya
juga kaki kiri dan kanannya karena telah melakukan pencurian legal terhadap
rakyat Amerika.
Diseluruh jagat dari 1950 (Bretton Woods) hingga
sekarang 2011, mata uang negara-negara yang terdapat dalam persekutuan Yahudi
Kristen, disebut sebagai hard currencies, mata uang kuat, sedangkan
untuk negara-negara lainnya disebut soft currencies, mata
uang lemah, dimana mata uang lemah ini terus menerus di devaluasi
sehingga nilai berkurang terus menerus, sehingga pada saat yang bersamaan
terjadi perpindahan kekayaan alam yang masif, dari negara-negara mata uang
lemah ke negara-negara mata uang kuat.
Contoh;
Contoh;
1997 USD 1 =
Rp.2.305
1998 USD 1
= Rp.5.300
2011 USD 1 =
Rp.8.500 (kurang lebih)
Sehingga, pada tahun 1997, AS dan Eropa dengan USD 1
dapat membeli (misalnya 1 kg gula seharag Rp. 2000) maka dengan uang yang
sama yaitu USD 1, pada tahun 1998 mereka dapat membeli 2,5 kg gula, dan pada
tahun 2011, 4 kg gula. Karena hanya mereka yang tahu kapan waktu devaluasinya.
Sementara itu, rakyat Indonesia, dengan uang yang sama, pada tahun 1997 dapat
membeli 1 kg gula, pada tahun 1998, 0,5 kg gula, dan pada tahun 2011, satu
sendok saja tidak dapat. Kecuali para elit predator di Indonesia yang menjadi
antek persekutuan Yahudi Kristen. Ini adalah pencurian, perampokan, penjajahan
dan perbudakan.
Mereka para elit predator bukan hanya ingin kaya, dengan 3 mercedes benz di garasi mereka, mereka tidak hanya ingin merampok manusia, namun mereka ingin menetapkan kediktatoran mereka, terhadap seluruh manusia sejagat yang terlalu bodoh, atau terlalu acuh, atau terlalu terpesona dengam kemegahan dunia baratnya Yahudi Kristen di kota-kota tempat tinggal mereka! Disetiap negara-negara didunia, mereka memiliki antek-antek penjilat bokong mereka, manusia dari berbagai macam warna kulit, yang menjadi penguasa di masing-masing negara, sehingga nantinya, dimasa depan yang tidak terlalu jauh, satu orang akan memerintah seluruh manusia sejagat dari Jerusalem.
Mereka para elit predator bukan hanya ingin kaya, dengan 3 mercedes benz di garasi mereka, mereka tidak hanya ingin merampok manusia, namun mereka ingin menetapkan kediktatoran mereka, terhadap seluruh manusia sejagat yang terlalu bodoh, atau terlalu acuh, atau terlalu terpesona dengam kemegahan dunia baratnya Yahudi Kristen di kota-kota tempat tinggal mereka! Disetiap negara-negara didunia, mereka memiliki antek-antek penjilat bokong mereka, manusia dari berbagai macam warna kulit, yang menjadi penguasa di masing-masing negara, sehingga nantinya, dimasa depan yang tidak terlalu jauh, satu orang akan memerintah seluruh manusia sejagat dari Jerusalem.
Rasulullah, SAW: “Akan datang suatu masa, dimana tidak akan ada yang berharga
selain dinar dan dirham!”
Kini kita tahu bahwa sistem moneter barat ini akan
jatuh. Ketika uang diseluruh dunia
jatuh, sebuah kiamat finansial ini akan menjadikan peristiwa 9 September
sebatas pencuci mulut. Dimana uang kertas dan uang elektronik tidak berharga,
anda tidak bisa kemana-mana, akan terjadi pembantaian besar-besaran,
pembunuhan, perang dengan senjata nuklir.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
System moneter internasional adalah satu perangkat
kebijakan, institusi,praktisi, regulasi, mekanisme yang menentukan tingkat
dimana mata uang satu di tukarkan dengan mata uang yang lain. Perubahan sistem
moneter diakibatkan oleh gejolak ekonomi. Dengan mempelajari pengalaman
historis akan dapat diperoleh gambaran timbulnya ketidakstabilan ekonomi serta
proses penyesuaian neraca pembayaran internasional.
Sistem Standar Emas 1870 – 1914 Muncul pada tahun
1870, dimana pemerintah Inggris menetapkan nilai poundsterling dengan emas. Zaman
Bretton Woods, 1944 – 1973. Dalam
perjanjian Bretton Woods terbentuk dua badan internasional, yaitu International
Bank for Recontruction and Development, yang sekarang dikenal dengan Bank Dunia
dan Dana Moneter Internasional.
Sistem Penetapan Kurs Mata Uang bisa dikategorikan menjadi beberapa kelompok yaitu Free Float (Mengambang Bebas) Berdasarkan sistem ini, kurs mata uang dibiarkan mengambang bebas tergantung kekuatan pasar. Float yang dikelola (Managed Float) Sistem mengambang bebas mempunyai kerugian karena ketidakpastian kurs cukup tinggi. Perjanjian Zona Target Tertentu Melalui perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata uangnya secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Cara Melakukan Transaksi Internasional Cash,Open Account, Commercial Bill of Exchange, Letter of Credit, private compensation.
Sistem Penetapan Kurs Mata Uang bisa dikategorikan menjadi beberapa kelompok yaitu Free Float (Mengambang Bebas) Berdasarkan sistem ini, kurs mata uang dibiarkan mengambang bebas tergantung kekuatan pasar. Float yang dikelola (Managed Float) Sistem mengambang bebas mempunyai kerugian karena ketidakpastian kurs cukup tinggi. Perjanjian Zona Target Tertentu Melalui perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata uangnya secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Cara Melakukan Transaksi Internasional Cash,Open Account, Commercial Bill of Exchange, Letter of Credit, private compensation.
DAFTAR PUSTAKA
Sartono. Agus, “manajemen
keuangan internasional”, Yogyakarta: BPFE- YOGYAKARTA, 2001
Eiteman. David K, “manajemen keuangan multinasional edisi
kesembilan”, Indonesia: PT INDEKS Kelompok
Gramedia, 2003
Madura. Jeff, “manajemen keuangan internasional edisi
empat”, Jakarta: Erlangga, 1997
Ghofur W. Muhammad, “pengantar ekonomi moneter”, Yogyakarta: Biruni press, 2007
Huda.
Nurul, “ekonomi makro islam pendekatan teoritis”, Jakarta: Kencana, 2009
Jain, Subhash C., “manajemen pemasaran internasional”,
Jakarta: Erlangga, 1996.
http://ana-ekonomi.blogspot.com
http://devania.wordpress.com
[1] Sartono.
Agus, “Manajemen keuangan internasional”, 2001, Hal. 28
[2] Ghofur
W. Muhammad, “pengantar ekonomi moneter”, 2007, hal.40
[3] Eiteman.
David K, “manajemen keuangan multinasional edisi kesembilan”, 2003, hal. 24
[4] Lihat artikel
dari sumber: “www.ana-ekonomi.blogspot.com”
[5] Sartono.
Agus, “Manajemen keuangan internasional”, 2001, Hal.28
[6] Ibid,
hal. 28
[7] Lihat artikel
dari sumber :”http://datakuliah.blogspot.com/2009/11.html”
[8] Lihat “http://ana-ekonomi.blogspot.com”, juga
beberapa materi dari dosen dan diskusi kuliah
[9] Lihat
artikel “http://datakuliah.blogspot.com/2009/11/sistem-moneter-internasional.html”
dan berbagai wacana, seminar dan diskusi kuliah
[10] Ibid,
[11] Lihat
artikel dari sumber:
“http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1241:sistem-nilai-tukar-uang-dalam-islam”
[12] Lihat
artikel dari
“http://embunkemuliaan.blogspot.com/search/label/Sistem%20Moneter%20Islam%20dan%20Internasional”
dan berbagai wacana lainnya